REZIM MIRIP ORDE BARU?

Demokrasi dan hak asasi manusia merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain, kedua hal tersebut merupakan hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan serta mencapai harkat dan martabat kemanusiaan. Negara yang demokrasi wajib memiliki undang-undang dan perangkat hukum lainnya untuk menegakkan hak asasi manusia secara demokratis. Di negara demokratis, hak-hak sipil, kebebasan pribadi dan sosial dihormati dan dilindungi. Penting untuk diingat bahwa kebebasan ada batasanya, kebebasan seseorang akan dibatasi oleh kebebasan orang lain. Oleh karena itu, setiap orang harus menghormati hak orang lain dengan mengandalkan tingkat kecerdasan, moralitas, dan kesadaran sosial yang tinggi dalam dirinya. Hak Asasi Manusia hanya bisa terealisasi dalam pemerintahan demokratis yang menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warga negaranya (Amiruddin 2019). Mengutip pendapat Jimly Asshidiqie bahwa sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu sistem hubungan antar lembaga negara yang bekerja demi kesejahteraan rakyat. Dalam arti jika sistem pemerintahandipilih dan digunakan sesuai dengan karakteristik, kondisi sosial, dan politik negara dalam pembangunan sosial demi kepentingan nasional akan berjalan efektif. Maksud dari Kepentingan nasional adalah cita-cita yang ingin dicapai dalam kerangka kebutuhan bangsa atau negara, yang relatif tetap sama dengan kebutuhan negara atau bangsa lainnya, yaitu kesejahteraan dan keamanan yang mencakup kelangsungan hidup rakyat dan kebutuhan daerah.

Indonesia merupakan Negara demokrasi yang didasari oleh sila keempat dari Pancasila yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Secara normatif dan empiris tertuang dengan eksplisit dalam pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945. Indonesia menjadi Negara Demokrasi terbesar ke-3 di Dunia (Kemeko Perekonomian 2023). Namun, tidak mudah bagi Indonesia menghadapi berbagai tantangan terkait HAM dan Demokrasi dalam berbangsa dan bernegara.

Berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia tanpa henti bermunculan, belum lagi dengan rentetan pelanggaran HAM masa lalu yang sampai hari ini belum terselesaikan, membuat penggiat aktivis HAM geram dengan tidak adanya penyelesaian terhadap pemerintah dalam mengatasi pelanggaran HAM. Masih banyak yang harus diperbaiki dalam menangani pelanggaran HAM oleh Pemerintah, guna terciptanya instrumen atau perangkat hukum yang lebih efektif dan responsif. Harapannya bukan hanya penyelesaian terhadap pelanggaran HAM masa lalu melainkan dapat mencegah munculnya pelanggaran HAM di masa yang akan datang.

Tahun 2024 adalah akhir masa jabatan Presiden Jokowi-Ma’ruf dalam memimpin Indonesia. Teringat di tahun 2021 Presiden Jokowi memberikan pidatonya untuk berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus HAM di Indonesia. Akan tetapi selama berjalannya pemerintahan Jokowi-Ma’aruf masih jauh dari kata menyelesaikan. Fenoma-fenoma yang terus berlanjut selama empat tahun terakhir tentu saja merupakan betuk kemunduran demokrasi. Kemudian kemunduran demokrasi dapat dilihat dari kacamata akuntabilitas, yaitu upaya yang dilakukan untuk melindungi pemerintah dari pengawasan dan campur tangan publik.

Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden guna membatalkan putusan MK tentang UU Cipta Kerja yang merupakan produk inkonstitusional bersyarat, terlihat begitu otoritarian mengemuka yang dilakukan oleh Presiden. Terdapat juga dengan hadirnya UU ITE yang terus meraup korban tiap tahunnya dalam kebebasan berpendapat melalui media digital, terlihat begitu anti kritik pemerintah dengan berlindung dibelakang produk hukum yang dibuatnya.

Dalam sektor Sumber Daya Alam dan Pembangunan, tidak terlihat dalam pelaksanaannya pemerintah menghormati Hak Asasi Manusia. Tercatat 964 peritiwa pelaggaran HAM di sektor Sumber Daya Alam dan Pembangunan, dengan rincian pelaku dari institusi, swasta 732 peristiwa, kepolisian 178 peristiwa, pemerintah 113 peristiwa, dan TNI 20 peristiwa (kontraS 2023). Tidak seharusnya demi membangun perekonomian, pemerintah mengorbankan HAM dan derita hidup rakyat kecil.

Dalam negara demokrasi, kebebasan sipil adalah hal yang paling penting, karena masyarakat sipil yang kuat merupakan salah satu pilar demokrasi. Terhitung sudah 25 tahun bangsa Indonesia lepas dari belenggu rezim otoriter Orde Baru dan memasuki era reformasi, dengan harapan ruang kebebasan sipil terbuka seluas-luasnya. Namun kebebasan masyarakat untuk menyampaikan pendapat semakin tidak terjamin. Tidak mengherankan jika laporan Economist Intelligence Unit menyoroti bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang cacat dan masih menghadapi permasalahan fundamental, seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik anti kritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintah yang belum optimal.

Kebebasan sipil sering mendapat kencaman dari berbagai pihak dengan beragam pola yang diterima seperti Kriminalisasi, Penembakan, Teror, Pelarangan, Intimidasi, Penganiayaan, Penagkapan sewenang-wenang, dan Pembubaran paksa. Aksi di ruang publik sering mendapatkan respon negatif dari pihak Kepolisian, dengan mengerahkan aparat yang cenderung eksesif, sehingga menimbulkan kekerasan terhadap aksi di ruang publik. Penangkapan terhadap masa aksi dilakukan secara sewenang-wenang dengan dalih ‘keamanan’, yang padahal dalam KUHAP tidak mengenal tindakan pemngamanan melainkan penangkapan. Dengan kekerasan yang dilakukan hampir tidak ada proses hukum ditujukkan kepada aparat, walaupun diusut dan dihukum cenderung mendapatkan hukuman ringan, bahkan peradilannya bersifat Intended to fail (formalitas).

Reformasi yang diharapkan masyarakat dengan adanya keamanan oleh pemerintah, justru di era Kepemimpian Jokowi-Ma’aruf seperti terlahir kembali militerisme yang ada di era soeharto. Setiap penyelesaian yang dilakukan perangkat keamanan untuk berbagai masalah melalui pendekatan kemanan justru membuat masyarakat tidak lagi merasa aman. Alat negara yang seharusnya berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, tidaklah sesuai dengan apa yang terjadi dilapangan. Seperti menjadikan masyarakat sebagai musuh yang harus dibasmi.

Keterangan: Tulisan ini sudah pernah diunggah dalam postingan pribadi penulis pada aplikasi Instagram, tertanggal 6 Desember 2023


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *