Mempertanyakan Fungsi Ormawa Saat Ini

Kata Al-Hasan yang dikutip didalam tulisannya  Ibnu Daqiq Al-‘Id, Syarah Al-Arba’in, “Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, adalah ketika si hamba sibuk dengan urusan yang tidak bermanfaat.” Yang dimaksud tidak bermanfaat atau tidak berguna disini ialah hal yang tidak penting dan tidak ada relevansi nya dengan tujuan utamanya. Dalam diri seseorang ketika ingin melakukan suatu hal baik misalnya. Harus melihat apa manfaatnya ketika ia melakukan hal itu, dan apakah sudah sesuai dengan tujuan utamanya atau tidak.

Membaca kutipan diatas, seolah menjadi tamparan bagi saya (penulis) yang juga merupakan bagian dari ormawa. Maka dari itu tepat sekali jika kita mempertanyakan fungsi ormawa saat ini yang mana saya (penulis) melihat bahwa fungsi dan tujuan ormawa saat ini telah melenceng (bertolak belakang) dengan tujuan utama mereka.

Ormawa (Organisasi Kemahasiswaan) ialah wadah bagi mahasiswa untuk pengembangan diri, partisipasi, dan perluasan jaringan. Ormawa sendiri merupakan bagian penting dari kehidupan kampus yang mencerminkan semangat serta aspirasi mahasiswa. Lalu apa manfaat ketika masuk menjadi bagian dari ormawa?

Ormawa sendiri memiliki manfaat yang bisa dikatakan baik yakni memperkaya pengalaman yang disiapkan untuk menghadapi dunia luar dan meningkatkan kesejahteraan mahasiswa. Dan apakah yang dikatakan sebelumnya ormawa mempunyai manfaat yakni meningkatkan kesejahteraan mahasiswa? Belum tentu. Tergantung pada kondisi internal ormawa tersebut yang terkadang tidak lepas dari sikap egosentrisme dan apatisme.

Masuk kedalam pertanyaan di awal, Apa fungsi ormawa saat ini? Di dunia perguruan tinggi, ada tiga kewajiban dasar yang harus dipenuhi, yaitu: Pendidikan dan pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Kewajiban ini bukan hanya ditujukan kepada civitas akademika seperti dosen, akan tetapi juga kepada mahasiswa. Mahasiswa dalam melaksanakan kewajiban dasar (tri dharma perguruan tinggi) bisa melakukannya dengan cara apapun dan dengan wadah apapun. Salah satu bentuk penyediaan wadah bagi mahasiswa melaksanakan tri dharma perguruan tinggi tersebut ialah ormawa sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf ketiga diatas. Jadi, dapat kita pahami bersama fungsi ormawa yakni sebagai penyedia wadah mahasiswa dalam melaksanakan tri dharma perguruan tinggi serta pengembangan keterampilan diri.

Lalu, apa sebenarnya tujuan adanya ormawa? saya (penulis) berpendapat bahwa ormawa memiliki empat tujuan, yakni: Pertama, memfasilitasi pengalaman belajar diluar kelas. Mengapa? Karena mahasiswa dalam menjaring ilmu tidak hanya didalam kelas, ada banyak ilmu yang bisa didapatkan selain didalam kelas. Kedua, pengembangan keterampilan sosial. Keterampilan sosial ialah kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari dengan orang lain. Keterampilan ini dapat dikembangkan pula misalnya dengan aktif dalam komunitas diskusi, berempati dan menunjukkan keterbukaan kepada orang lain sebagai praktik dalam situasi yang nyata. Ketiga, kepemimpinan. Kepemimpinan sangat diperlukan karena ketika seseorang memiliki jiwa kepemimpinan, ia sanggup untuk menggait orang ke jalan yang baik, dapat dipercaya oleh orang, serta bijaksana dan profesional dalam menghadapi berbagai hal. Dan yang keempat, kolaborasi. Hal yang ingin diciptakan dalam ormawa ialah adanya kolaborasi antar mahasiswa, dosen, dan ormawa yang lain agar terjalinnya kerjasama serta penguatan solidaritas sosial.

Penjelasan yang cukup panjang tentang ormawa diatas ialah hanya hal-hal teoritis nya saja. Perlu diperhatikan pula apakah yang telah dijelaskan diatas telah sesuai dengan implementasi nya jika diliat secara realistis. Pada kenyatannya, ormawa saat ini hanya terpaku kepada program-program kerja yang cacat akan hasil atau implikasinya yang tidak sesuai tujuannya. 

Ormawa saat ini hanya sebagai ajang untuk meninggi-ninggikan seseorang, dan sebagai ajang untuk pencitraan belaka. Mendahulukan kepentingan circle pertemanan yang menyebabkan perpecahan dalam internal ormawa dijadikan landasan utama. Program-program kerja yang dibuat nyatanya tidak ada implikasinya yang dirasakan oleh mahasiswa. Hanya sedikit program-program kerja yang berimplikasi baik secara langsung kepada mahasiswa dan masyarakat. Misalnya kegiatan charity untuk kemanusiaan.

Dalam pelaksanaan program kerja misalnya, kebanyakan ormawa hanya melakukan program kerja untuk sebagai formalitas saja. Mereka tidak memikirkan apa manfaatnya kepada mahasiswa lain dan atau ke masyarakat yang akan menghilangkan tujuan utama dari ormawa. Seperti yang dijelaskan pada paragraf keenam bahwa dalam keterampilan sosial harus memiliki jiwa empati yang kuat. Melihat apa yang menjadi kekurangan dan penderitaan yang dialami orang lain. 

Dalam sebuah kasus yang dialami oleh saya (penulis) misalnya, sebuah program kerja yang memperkenalkan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru. Disini dapat terlihat dengan jelas bahwa ormawa telah mengenyampingkan substansi dari kegiatan tersebut seperti, adanya aturan rambut yang harus botak/cepak, name tag atau tanda pengenal yang besar digantung dileher, atau yang lebih parahnya lagi mahasiswa lama sebagai pendamping yang berperilaku otoriter terhadap mahasiswa baru dalam

kelompoknya padahal kegiatan perkenalan kehidupan kampus telah usai. Padahal jika kita cermati tentang “memperkenalkan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru” tidak lebih dari berkenalan satu sama lain, first impression yang baik ketika masuk kampus, memperkenalkan instrumen-instrumen belajar, kegiatan kampus, serta tempat-tempat yang ada di lingkungan kampus. Menjadikan mahasiswa memiliki solidaritas antar sesama mahasiswa, dosen, serta tenaga pendidilan lainnya juga hal yang penting. Akan tetapi hal itu kemudian selalu dibaluti dengan hal-hal yang tidak penting dan tidak ada manfaatnya.

Kasus lain misalnya soal individu didalam ormawa yang kebanyakan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam berorganisasi. Tidak adanya pikiran-pikiran revolusioner dan visioner dalam mengembangkan ormawa. Stagnan dan tidak adanya pembaharuan, yang menjadikan orang-orang di ormawa hanya berharap pada instruksi baru kemudian bisa bergerak.

Maka dari itu menurut saya (penulis) perlu adanya metode pengembangan hard skill dan soft skill yang harus dimiliki setiap individu dalam ormawa.

Selain itu Mahasiswa yang ada didalam ormawa harus mengeyampingkan ego dan menghilangkan apatisme agar cita-cita dan tujuan ormawa tidak hancur hanya karna oknum-oknum yang tidak bisa berpikir secara rasional dan jiwa sosial yang kuat. Agar dalam pelaksanaan program kerja tidak hanya untuk diakui saja, tetapi juga berimplikasi baik terhadap semua orang.

Seharusnya dengan adanya ormawa, mahasiswa menjadi lebih berjiwa sosial yang tinggi. Bukan malah menjadi semakin apatis yang hanya mementingkan kelompok atau dirinya sendiri. Maka dari itu kembali pada paragraf pertama bahwa sebagai mahasiswa yang ada didalam ormawa harus menghilangkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagi mahasiswa dan masyarakat dalam pengadaan program kerja yang menjadi tugas dari ormawa.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *