Ketika Retorika Melampaui Substansi Tulisan Pada Mahasiswa Hukum

Sumber: PRINDONESIA.CO

“Vox Audita Perit, Littera Scripta Manet,” artinya “suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal.” Sebuah adagium yang dapat dimaknai, sebagai pemikiran yang diungapkan melalui suara, yang dapat terdengar sementara, kemudian hilang dalam sekejap. Berbanding terbalik dengan tulisan yaitu, pemikiran yang diungkapkan dengan tulisan, dapat bertahan lebih lama yang terus dibaca bertahun, berpuluh, bahkan berabad-abad lamanya kecuali tulisan itu telah dimusnahkan.

Suatu pengetahuan, akan terus berkembang jika diimplementasikan kedalam tulisan yang dapat diakses oleh banyak orang. Karena sejatinya pengetahuan adalah informasi proposisi-proposisi, yang kemudian membandingkan, menganalisis, serta menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya. Hal ini menjadi sangat penting jika suatu pengetahuan direalisasikan dalam bentuk tulisan, untuk mencapai suatu kesimpulan yang konkrit.

Mahasiswa hukum secara umum dilatih untuk menguasai seni berbicara, seperti dalam simulasi peradilan, debat hukum, dan presentasi akademik. Tidak lain tujuannya agar mampu menyampaikan argumen dengan jelas dan meyakinkan. Namun, hal ini menjadi perhatian khusus, sebab terkadang tidak diiringi pada kualitas tulisan akademik atau analisis hukum yang menjadi suatu argumen. Harapannya mahasiswa hukum tidak hanya menjadi orator yang baik, tetapi mampu menjadi pemikir hukum yang baik.

Seperti apa yang dikatakan Prof. Saldi Isra, dua bekal yang dibutuhkan sarjana hukum adalah membaca dan menulis. Terkait retorika dapat diletakan sebagai posisi terakhir, sebab jika mendahulukan membaca dan menulis, saat beretorika akan lebih mudah untuk mengekspresikan suatu pemikiran pribadi. Kunci retorika ada dalam pengetahuan, akan mudah dalam beretorika jika memiliki banyak pengetahuan. Karena dengan menulis akan dapat menambah wawasan, dengan menulis akan terdorong untuk lebih giat dalam membaca. Hal ini menjadikan investasi terbesar dalam hidup, seperti apa yang dikatakan najwa shihab, bahwa dari menulis dapat menjadi bangsa dengan tingkat literasi tinggi, bangsa yang akan menjadi penemu, bangsa yang akan dipenuhi generasi yang punya daya inovasi tinggi.

Melihat mahasiswa hukum saat ini, jarang sekali ditemukan mahasiwa yang giat dalam menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan. Malahan, seringkali ditemukan, mahasiswa lebih mengutamakan retorika. Tidak heran jika melihat mahasiswa yang baik dalam beretorika kadang tidak pernah ditemukan pikirannya berbentuk tulisan. Hal ini sangat disayangkan sekali, karena hasil pengetahuan yang dia raih, tidak dapat diketahui dalam jangka luas ataupun ditindaklanjuti untuk dapat dikembangkan.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *