#1 Ketidaksiapan KKN 51 UNMUL

Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu mata kuliah wajib dan merupakan perwujudan dari salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Namun, pelaksanaan KKN 51 Universitas Mulawarman menunjukkan berbagai permasalahan krusial yang mengindikasikan ketidaksiapan panitia dalam mengelola program sebesar ini. Terdapat banyak sekali kritik terhadap persiapan KKN 51.

Penulis pribadi ingin mengkritik mengenai ketidakadilan yang didapatkan oleh mayoritas mahasiswa yang melakukan pendaftaran KKN. Mahasiswa mendapatkan lokasi KKN yang tidak diharapkan dengan tempat tinggal asalnya yang bisa dikatakan sangat jauh sehingga sangat memakan biaya dan tenaga untuk sampai ke lokasi pengabdian. Hal tersebut membuat banyak mahasiswa dari sisi keuangan tidak mampu dan terpaksa untuk menjalankan kewajibannya. Tidak sedikit kelompok mahasiswa yang meminta sponsor guna terwujudnya KKN mereka, bahkan penulis sendiri kerap diminta tolong untuk mensponsori kegiatan KKN beberapa kelompok berupa jasa atau materi dikarenakan keterbatasan dana yang dimiliki oleh masing-masing kelompok KKN.

Dimana peran kampus disaat mahasiswanya memiliki kesulitan? Tidak ada aliran dana sepeserpun untuk kegiatan KKN 51, bahkan hal terpenting dan memiliki biaya yang terbilang besar seperti transportasi ke lokasi KKN pun tidak diibiayai sepeserpun. Omong kosong adanya KKN jika mahasiswa yang melaksanakannya merasa sangat diberatkan. KKN didesain sebagai program pengabdian kepada masyarakat, namun ironisnya justru membebani mahasiswa yang seharusnya menjadi subjek pengabdi. Bagaimana mungkin seseorang dapat mengabdi dengan tulus ketika dirinya sendiri sedang terbebani secara ekonomi? Ini menciptakan kontradiksi antara tujuan mulia program dengan realitas pelaksanaannya.

Ketika mahasiswa dipaksa mengeluarkan biaya pribadi yang memberatkan, esensi pengabdian tersebut menjadi semu. Yang terjadi adalah “pengabdian terpaksa” karena syarat kelulusan, bukan pengabdian yang lahir dari kesadaran dan kemampuan. Dimana asas keadilan yang tertuang dalam Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi? Keadilan hanyalah angan-angan belaka. Ketidakmampuan kampus mendanai program KKN mencerminkan buruknya manajemen keuangan kampus. Jika kampus tidak mampu mendanai program wajib yang menjadi bagian dari kurikulum, pertanyaannya adalah kemana alokasi anggaran kampus selama ini? Membebankan biaya KKN kepada mahasiswa adalah bentuk shifting responsibility yang tidak bertanggung jawab. Kampus mengambil program KKN sebagai bagian dari kurikulum unggul, namun tidak mau menanggung konsekuensi finansialnya yang pada akhirnya dibebankan kepada mahasiswa.

Dengan adanya kritik ini, bukan berarti program KKN tidak bagus atau sebaiknya dihapuskan. Kritik ini untuk memperbaiki sistem dari birokrasi kampus yang sangat amat kuno dalam menjalankan program KKN setiap tahunnya. Penulis berharap KKN ditahun-tahun berikutnya dapat berjalan dengan baik, mulai dari sisi kesiapan dan pelaksanaan yang tidak membebani mahasiswa. Kritik ini bukan berarti memanjakan mahasiswa, namun kami menuntut hak kami sebagai mahasiswa.

Hidup Mahasiswa!!!


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *