Oleh : I Kadek Bayu S.
Selamat Hari Kemerdekaan, Tuan!
Bendera sudah kau kibarkan,
dengan tiang dari besi tambang,
dan tali dari urat petani yang kau renggut haknya diam-diam.
Rakyat disuruh hormat,
sementara kau sibuk tepuk tangan
di podium istimewa
di bawahnya, kuburan harapan dan janji yang tak pernah nyata.
Lihatlah parade itu, Tuan, anak-anak miskin dipaksa tersenyum demi tayangan di televisi negara yang tak pernah menyiarkan kenyataan di tapak desa.
Rakyat disebut provokator
saat bertanya kenapa lautnya dikeruk,
hutan dibakar,
dan rekening mereka dibekukan seperti dosa.
Kami bukan anti negara, Tuan,
kami hanya muak jadi alat peraga.
Tiap tahun kami disuruh bangga,
padahal hak hidup kami ditukar dengan proyek strategis nasional belaka.
Katanya berdaulat,
tapi tak berdaulat atas tanah sendiri.
Katanya maju,
tapi kami maju ke jurang tiap kali kau bilang: “Demi investasi.”
Oh, sungguh merdeka negeri ini,
Merdeka bagi para pemilik saham,
bagi penguasa yang makan janji sendiri,
dan bagi pasal-pasal yang bisa ditawar seperti harga pasar malam.
Selamat, Tuan.
Hari ini kau merayakan kemerdekaan.
Sementara kami,
masih sibuk mencari secuil kemanusiaan
yang tak kau kriminalkan.
Dan bila kami bersajak seperti ini,
besok mungkin kami disebut makar,
atau dilabeli bukan anak bangsa.
Tapi tak mengapa, Tuan.
Sebab kami tahu, bahkan kata “rakyat” pun sudah kalian bajak maknanya.
Tinggalkan Balasan