Oleh Pitaloka
80 tahun negara Indonesia merayakan kemerdekaan namun hingga saat ini perempuan masih mengalami ketertinggalan.
Bukan karna tidak mampu, perempuan memiliki banyak ruang ganda yang harus ia sediakan disetiap waktunya. Sebagai ibu, sebagai istri, sebagai seseorang yang meniti karir atau sebagai pegawai. Namun, peran ganda tersebut seringkali dianggap sebagai sebuah hambatan bagi mereka yang ingin memulai karir bahkan jenjang pendidikan. Seringkali perusahan atau kantor memberikan syarat tak masuk akal yang menghambat perempuan dalam mencapai impiannya.
“apakah sudah menikah?”
“apa ada rencana menikah 5 tahun kedepan?”
“sekarang umur berapa? Sudah punya calon suami?”
“kalau sudah nikah, ada rencana punya anak secepatnya”
Pertanyaan- pertanyaan yang sering kali ditanyakan HRD kepada perempuan yang sedang melamar pekerjaan. Tidak cukup disitu saja, pekerja perempuan juga harus mengalami perbedaan gaji dengan pria dengan alasan “karna kamu perempuan, pasti nanti banyak izinnya apalagi sudah menjadi ibu”. Alasan tak masuk akal.
Di sisi lain, banyak negara yang berusaha agar perempuan mencapi kesetaraanya tanpa mengurangi hak dan berusaha menunjang dengan kebijakan yang dapat mengurangi beban kedua orangtua agar tetap produktif. Mengutip dari hai bunda, negara islandia mengalokasikan persentase produk domestik bruto yang lebih besar untuk pendidikan dan pengasuhan anak usia dini, yakni sekitar 1,8 persen menurut data Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Angka ini lebih tinggi dibandingkan banyak negara maju lainnya.
Tingkat investasi tersebut membuat biaya pengasuhan anak di Islandia relatif terjangkau, di mana rata-rata orang tua hanya mengeluarkan sekitar 5 persen dari pendapatan mereka untuk kebutuhan tersebut. Kebijakan yang berpihak pada orang tua pekerja ini turut berkontribusi terhadap tingginya tingkat partisipasi perempuan di pasar kerja Islandia, dengan lebih dari 82 persen wanita dewasa aktif dalam angkatan kerja.
Bahkkan jika dibandingkan dengan negara wasington, banyak perempuan saat ini yang membawa anaknya pergi bekerja karna kebijakan baru yang ditetapkan yaitu adanya program “Bayi di Tempat Kerja”, yang mulai diterapkan pada Juni oleh Komisi Keselamatan Lalu Lintas Washington, program ini memberikan izin bagi orang tua membawa bayi mereka yang berusia enam minggu hingga enam bulan, atau sampai bayi mulai merangkak, ke lingkungan kerja. Tentu saja ini menjadi salah satu kebijakan yang baik ketika seorang ibu dihadapi pilihan harus memilih pekerjaan atau seorang anak.
Indonesia saat ini masih jauh dari ketertinggalan untuk mencapai sebuah kesetaraan bila kebijakan masih tidak berpihak pada masyarakat bahkan banyak kebijakan yang berpihak pada Perempuan seperti RUU PPRT yang hingga saat ini tidak kunjung di sahkan. Indonesia harus berebenah.
Tinggalkan Balasan