
Setiap Kamis sore, sekelompok orang berdiri di depan Istana Kepresidenan Jakarta Pusat. Payung hitam di tangan, pakaian hitam di badan, wajah menatap sunyi. bukan sekedar aksi biasa. sebuah perlawanan terhadap ingatan yang ingin dihapus. Itulah Aksi Kamisan. Aksi yang sudah berlangsung lebih dari 18 tahun. Tidak ada anarkisme. Tidak ada lemparan batu. Tidak ada aparat yang repot. Tapi pesan mereka jelas: “Kami tidak lupa. Kami menolak dilupakan.” Selama 18 tahun itu, mereka terus berdiri meski pemerintah silih berganti, meski kasus belum tuntas, dan meski banyak yang mencoba melupakan. Tapi mereka tetap hadir, sebagai ingatan yang hidup tentang janji yang belum ditepati.
Utak-atik sejarah
Belum lama ini, publik dikagetkan dengan pernyataan Fadli Zon, Menteri Kebudayaan RI, berkata bahwa tidak ada bukti pemerkosaan massal pada tahun 1998 hal itu dia sampaikan pada wawancara IDN Times yang tayang di Youtube pada 11 Juni 2025. “itu (pemerkosaan massal 1998) adalah cerita, kalau ada tunjukan. ada ngga dalam buku sejarah itu? ngga pernah ada.” ujarnya saat sesi wawancara mengenai proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Pernyataan ini bukan sekedar keliru tapi juga menyakiti hati korban yang selama ini sudah dibungkam. Ini menunjukkan pengingkaran terhadap sejarah dan perendahan terhadap pengalaman korban. Fakta- fakta yang tercatat pada laporan independen seperti Komnas Perempuan, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), dan Human Rights Watch. Bahwa telah terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan Tionghoa, termasuk pemerkosaan massal.
Dikutip dari Seri Dokumen Kunci Komnas Perempuan pada laman Komnas Perempuan, laporan TGPF menyebutkan, bentuk bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam kerusuhan mei 1998 dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu perkosaan,dan penganiayaan, penyerangan seksual/penganiayaan dan pelecehan seksual. TGPF menemukan 52 korban perkosaan, 14 orang korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 korban penyerangan/penganiayaan seksual, dan 9 korban pelecehan seksual. TGPF menegaskan bahwa jumlah korban di atas bukanlah jumlah keseluruhan korban pemerkosaan melainkan korban diketahui yang dilaporkan sampai tanggal 3 Juli 1998.
Pernyataan resmi dari TGP yang dikutip oleh Komnas Perempuan secara tegas membantah bahwa tidak ada bukti pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. TGPF menemukan setidaknya 52 korban pemerkosaan, ditambah sejumlah kasus kekerasan seksual lain seperti penganiayaan seksual dan pelecehan, membuktikan bahwa peristiwa tersebut nyata,terdokumentasi, dan diakui oleh lembaga negara. Bahkan, laporan tersebut menyebut bahwa angka itu bukanlah jumlah keseluruhan, ini menunjukkan bahwa angka sesungguhnya kemungkinan jauh lebih besar, mengingat banyak korban yang mengalami trauma berat, takut, dan enggan melapor karena stigma, ancaman, atau minimnya perlindungan.
Kenapa Kita Harus Peduli?
ini bukan hanya soal masa lalu. Ini hak kita sebagai generasi untuk tahu yang benar dan salah. Jika hari ini sejarah bisa dipelintir, maka besok kita bisa hidup dalam negara yang menganggap kejahatan sebagai bagian dari kemajuan. Aksi Kamisan hadir untuk mengingatkan, bahwa keadilan bukan hanya urusan hukum, tapi juga urusan ingatan. Kalau kita biarkan sejarah ditulis ulang tanpa suara korban, maka itu bukan sejarah, itu propaganda.
Hingga hari ini, Juni 2025, sebagian besar kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia belum terselesaikan secara adil. para pelaku belum diadili, dan kebenaran belum terungkap. Aksi Kamisan menjadi simbol perlawanan yang gigih terhadap impunitas, mengingatkan negara bahwa ada hutang keadilan yang belum terbayar kepada rakyatnya. Mereka yang berdiri di depan istana setiap hari kamis, mereka tidak sedang kalah. Justru mereka sedang menang, menang atas waktu, menang atas lupa, menang atas sistem yang memaksa kita diam.
Refrensi
Salsabilla Azzahra Octavia, “Arti Impunitas yang disuarakan dalan 18 tahun Aksi Kamisan”, https://www.tempo.co/politik/arti-impunitas-yang-disuarakan-dalam-18-tahun-aksi-kamisan-1195175, diakses pada 20 Juni 2025, pukul 13.06
Sri Dwi Aprilia, “berikut cuplikan laporan TGPF soal pemerkosaan massal 1998”, https://www.tempo.co/politik/berikut-cuplikan-laporan-tgpf-soal-pemerkosaan-massal-1998-1715610, diakses pada 20 Juni 2025, pukul 13.15
Mega Putri Mahadewi, “sederet pernyataan kontroversial fadli zon soal penulisan ulang sejarah indonesia”,
https://www.tempo.co/politik/sederet-pernyataan-kontroversial-fadli-zon-soal-penulisan-ulang-sejarah-indonesia-1705570, diakses pada 20 Juni 2025, pukul 14.23
Tinggalkan Balasan