Delapan Puluh Tahun dan Masih Bertanya

Oleh Afi

Sejujurnya, tiap kali 17 Agustus datang suasananya selalu mirip. Masyarakat sibuk dengan perlombaan makan kerupuk, upacara bendera, lalu pawai karnaval, dan pidato pejabat yang penuh gimmick. Tapi beberapa waktu belakangan berita yang muncul justru bikin kita kembali bertanya, 17 Agustus 2025 ini dirgahayu RI atau romantisasi kalender merah semata? Barangkali setelah 79 tahun merdeka, pertanyaan yang paling jujur bukan lagi “sudahkah kita merdeka?”, tapi…”siapa sebenarnya yang merdeka?”.

Mari kita lihat, sehelai bendera One Piece bisa dianggap sebagai ancaman serius. Seolah-olah kain hitam itu jauh lebih berbahaya daripada perilaku pejabat yang kian hari kian rakus kekuasaan. Larangan itu secara langsung menunjukkan sifat negara yang masih alergi terhadap kritik rakyatnya sendiri. Ironisnya ada disitu, rakyat boleh berbicara, asal tidak keras menyinggung hati kecil pemerintah. Jika kemerdekaan hanya sebatas perayaan tanpa keberanian menerima perbedaan suara, bukankah itu sekedar pesta diam berjamaah? Bandingkan dengan masa pemerintahan Presiden Gus Dur, yang bahkan mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora (tetap dibawah merah putih) sebagai bentuk upaya penghormatan pada ekspresi rakyat Papua. Kini, pemerintah justru begitu impulsif menyimpulkan pengibaran icon dua dimensi itu sebagai bentuk ancaman.

Di ruang lain, suara rakyat juga terus diabaikan. Seorang menteri dengan ringan memberi pernyataan terkait gaji guru dan dosen yang dianggap rendah merupakan salah satu tantangan bagi keuangan negara. Hal yang menjadi geger adalah ketika Sri Mulyani bahkan mengatakan, apakah solusi dari permasalahan tersebut sepenuhnya harus ditanggung negara atau melibatkan partisipasi masyarakat. Padahal negara sendiri telah mengamanatkan pendidikan sebagai hak dasar yang semestinya terpenuhi. Tidak cukup disitu, akhir-akhir ini juga terjadi kenaikan pajak di beberapa daerah. Salah satunya kenaikan PBB di Kabupaten Pati yang naik hingga 250%. Kebijakan sembrono yang diikuti sikap tonggak Bupati Pati, pada akhirnya memicu aksi organik dari masyarakat yang menggemparkan satu negara ini.

Kembali mengingat program yang dijadikan makanan pembodohan masyarakat sejak podium pencalonan, kini justru jadi lahan korupsi aktif baru. Makan Bergizi Gratis (MBG) bahkan tidak jarang justru memakan korban baik bagi anak sekolah maupun vendor yang akhirnya tidak dibayar-bayar. Siapa yang sebenarnya kenyang dari program ini? rakyat yang menunggu gizi atau pejabat yang sibuk mengunyah uang proyek?. Ya, memang masyarakat kita masih susah membedakan mana janji dan kenyataan yang akhirnya hanya selebar kertas tender. Kalau kata Sore, “kalau harus ngulang seribu kali pun”, negara akan terus memberi makan masyarakat dengan kebodohan.

Mungkin korupsi memang masih jauh untuk benar-benar dibersihkan, kasus korupsi dan kriminal oleh pejabat negara atau penegak hukum, seperti TNI dan Polri pada nyatanya terus berulang. Hal yang menjadi lucu adalah, mereka sendiri pada akhirnya akan menyebut ini sebagai “oknum”. Mereka yang diamanahkan justru membudidayakan oknum dnegan dalih “kami juga manusia”.

Hukum pada dasarnya akan terus berupaya menuju kesempurnaan meski tidak ada garis ideal karena keidealan juga akan membunuh hukum. Masalah bernegara dan bermasyarakat adalah keniscayaan negara merdeka. Namun hal ini tidak membenarkan tindakan-tindakan pelaku baik itu pemerintah atau masyarakat yang buta akan kemoralan hukum. Hal yang paling miris menjadi warga negara dalam 80 tahun kemerdekaan ini adalah, melihat bagaimana pola pemerintah menutup suatu masalah dengan masalah lain. Hal hebatnya adalah, ternyata masih ada masyarakat yang berumur panjang menyuarakan kritik dan suara. Maka, jika tidak dengan kita sendiri yakni sesama masyarakat sebagai warga negara, kemana lagi kah kita mengupayakan suara kita?

Mari merayakan Dirgahayu RI Ke 80 bagi kita warga negara, dan para korban kekejaman sebelum dan sesudah negara ini merdeka.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *