
Sumber: PurpleCode Collective
Penulis : AFDHILLA WULAN PUTRI
Dalam era digital sekarang, disinformasi gender telah menjadi salah satu penyebab terbesar dalam usaha mencapai kesetaraan gender. Fenomena ini bukan hanya merugikan perempuan perorangan, tapi juga merusak struktur sosial yang harus mendukung keberagaman dan inklusi. Disinformasi gender banyak muncul dalam konten berita palsu, rumor, atau serangan pribadi yang tujuannya untuk mendiskreditkan perempuan yang berani bersuara di ruang publik. Hal ini menggambarkan suasana ketakutan yang menyebabkan banyak perempuan lebih memilih untuk mundur dari pembahasan yang sangat penting, sehingga mengurangi perilaku partisipasi mereka dalam banyak aspek kehidupan, dari politik hingga ke ekonomi. Apabila suara perempuan terbendung, kita melihat kehilangan sumber pandangan berharga yang dapat meluaskan diskusi publik dan mendorong perubahan positif di masyarakat. Selain itu, disinformasi gender memperkuat stereotip dan norma-norma sosial yang sudah ada, seperti anggapan bahwa perempuan tidak kompeten atau tidak layak memegang posisi kepemimpinan. Ini menciptakan siklus diskriminasi yang sulit diputus, di mana perempuan terus-menerus dihadapkan pada tantangan untuk membuktikan diri mereka dalam lingkungan yang tidak mendukung. Dalam konteks ini, media sosial berperan ganda; di satu sisi, ia memberikan platform bagi perempuan untuk mengekspresikan diri dan menyebarkan pesan kesetaraan, tetapi di sisi lain, ia juga menjadi ladang subur bagi penyebaran disinformasi yang merugikan. Algoritma media sosial sering kali memprioritaskan konten yang sensasional dan provokatif, tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap individu tertentu atau kelompok masyarakat. Sehingga, perlu tekanan bagi kita untuk meminta platform-platform ini menjadi lebih bertanggung jawab dalam moderasi konten dan melindungi pengguna dari kekerasan berbasis gender. Perjuangan menembus disinformasi gender harus dimulai dari pendidikan dan literasi digital. Rakyat harus diberikan pemahaman tentang bagaimana mengenali informasi yang valid dan bagaimana melaporkan konten yang menyesatkan. Kampanye kesadaran publik harus digalakkan untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak negatif dari disinformasi gender dan pentingnya dukungan terhadap korban. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang efektif dalam menangani isu ini. Regulasi hukum yang jelas harus diterapkan untuk menindak pelaku penyebaran disinformasi berbasis gender serta melindungi korban dari pelecehan online. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan inklusif bagi semua orang, terutama perempuan. Kesadaran kolektif akan pentingnya kesetaraan gender harus terus digelorakan agar kita dapat membangun masa depan di mana setiap individu memiliki hak yang sama untuk bersuara tanpa takut akan serangan atau disinformasi. Kesetaraan gender bukan hanya tanggung jawab perempuan; ini adalah tanggung jawab bersama kita semua sebagai anggota masyarakat. Kita harus bersatu untuk melawan disinformasi gender dan memastikan bahwa setiap suara dihargai dan didengar. Hanya dengan cara ini kita dapat mencapai masyarakat yang lebih adil dan setara di era digital ini. Jika kita gagal dalam upaya ini, maka kita tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga merugikan kemajuan sosial secara keseluruhan. Mari kita ambil tindakan sekarang untuk melawan disinformasi gender demi masa depan yang lebih baik bagi semua orang.
Tinggalkan Balasan