Categories Berita

Nelayan Teluk Balikpapan Aksi Simbolis di Laut

Dokumen Pribadi

Minggu, 15 September 2024, di Kota Balikpapan, terdapat 9 kapal nelayan berlayar ke laut dengan jarak waktu satu setengah jam lamanya. Melewati kepungan kapal-kapal besar dan hantaman ombak tinggi, hanya untuk melakukan aksi simbolis solidaritas dalam menghadapi kerusakan ekosistem laut akibat batubara, serta dalam rangka Asia Day of Action to #EndCoal.

Aksi di laut yang dilakukan oleh nelayan teluk balikpapan, hadir pula dari Pokja Pesisir, Walhi, Sambaliung Corner, dan berbagai media. Setiap kapal nelayan dilengkapi poster pendukung untuk memperkuat pesan yang disampaikan.

Ketua Pokja Pesisir, Bapak Saleh mengungkapkan, bahwa aksi nelayan yang dilakukan hari ini, untuk memberikan pesan kepada berbagai pihak terutama kementrian perhubungan.

“Bahwa kawasan yang selama ini menjadi wilayah tangkap nelayan yang sudah dialokasikan oleh perda no.1 tahun 2023 tentang rt rw (Rencana Tata Ruang Wilayah) kaltim yang tidak boleh direbut oleh siapapun,” ucap Saleh, Balikpapan, (15/09/2024) hari ini.

Kawasan yang sejak tahun 80an ini sudah dimanfaatkan nelayan dengan berbagai jenis alat tangkap mulai dari jala, pemancing, dan rengge.

“Kalau misalnya saat ini ada upaya untuk merebut itu (kawasan tangkap nelayan) berarti itu bagian dari pada upaya menggusur nelayan. Oleh karena itu, hari ini nelayan memberikan pesan bahwa nelayan tidak akan diam ketika wilayah tangkapnya yang selama ini dijadikan sebagai sumber mata pencaharian diganggu,” lanjutnya.

Lebih lanjut Saleh menjelaskan, bahwa Keputusan Mentri Perhubungan KM 54 Tahun 2023 yang pada intinya menjadikan kawasan tersebut sebagai STS (Ship to ship) yang padahal pada Perda Provinsi Kalimantan Timur No.1 tahun 2023 mengalokasikan wilayah tersebut sebagai wilayah tangkap nelayan.

Hadirnya STS di kawasan tersebut, mengganggu aktivitas nelayan mulai dari pencemaran batubara, lalulintas kapal yang dapat menyebabkan kecelakaan, hingga banyaknya rumpun nelayan yang putus.

Salah satu nelayan, Sakkirang (47) mengungkapkan, bahwa di wilayah tangkap nelayan, hasil tangkapnya seringkali mengecewakan, lebih banyak mendapatkan batubara daripada ikan dan udang tiger.

“Tidak pernah kesitu (wilayah tangkap nelayan), banyak batubara (buangannya), sekarang semakin keutara,” ucap Sakkirang, Balikpapan, (15/09/2024) hari ini.

Setidaknya sekitar 10.000 nelayan tradisional terpaksa harus melaut lebih jauh akibat adanya kapal ponton memuat batubara yang melakukan STS ke kapal induk dengan kapasitas 20.000 ton perhari.

Sebelum dan sesudah adanya kapal di wilayah tangkap nelayan, terjadi penurunan pendapatan, sebab seringkali udang yang didapat hancur akibat terkena batubara, belum lagi perbaikan alat tangkap yang rusak akibat batubara dan lumpur yang terangkat akibat jangkar kapal.

“Biasanya kalau kita kesitu, dapatnya 1 juta sehari, sekarang paling 500 paling banyak 700,” tutupnya

About The Author

More From Author

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *